Beberapa bulan yang lalu saya mengalami kejadian yang tak disangka-sangka. Lebih tepatnya
yang mengalaminya anak dari adiknya kakek saya yang kini sudah
meninggal. Awal penyebab meninggalnya simpel, dia punya kebiasaan
“ngileni” atau mengorek telinga dengan ujung bulu ayam. Kebiasaan yang
seolah-olah tak berbahaya sama sekali.
KRONOLOGINYA
Awalnya, paman saya hanya merasakan sakit di salah satu telinganya
hingga tak tahan. Bukan karena sakitnya, tapi risih dengan rasa sakit
kecil yang dirasakan berhari-hari. Dia diperiksakan ke dokter umum dan
sakitnya hilang. Dua minggu kemudian, sakitnya timbul lagi. Kali ini
harus dirawta oleh dokter spesialis THT dan harus menjalani perawatan
pembersihan telinga seminggu dua kali. Karena menyepelekan nasehat
dokter, paman saya enggan periksa setelah perawatan kedua. Ia merasa
sudah sehat dan tak merasakan sakit lagi. Dua minggu kemudian, tiba-tiba
ia pingsan selama beberapa menit dan setelah sadar ia tak bisa diajak
berkomunikasi selama beberapa jam.
Pada hari itu juga, paman
dibawa ke RS di Klaten dan harus menjalani rawat inap. Kondisinya
memburuk dan harus dirujuk ke RS di Jogja yang peralatannya lebih
lengkap. Setelah diperiksa dokter, diputuskan harus dioperasi otaknya
karena “kuman” infeksi dari telinga itu sudah masuk ke otak. Persiapan
operasi itu diperkirakan butuh waktu satu bulan, namun baru dua minggu
dirawat paman sudah tak tertolong dan akhirnya meninggal.
Dari
pengalaman buruk itu, saya mencari-cari informasi, apakah benar mengorek
telinga bisa menyebabkan infeksi dan infeksinya bisa menjalar ke otak.
Dan inilah info yang saya dapatkan.
SUSUNAN TELINGA
Telinga berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan. Agar kedua
fungsi tersebut berjalan, telinga harus dijaga. Sayang, banyak orang
yang kadung salah dalam hal menjaga kebersihan telinga. Misalnya,
mengorek telinga.
Telinga terdiri dari telinga luar, tengah dan
dalam. Ketiga bagian ini bekerjasama menangkap gelombang suara dan
menjadikannya bunyi yang nyata. Awalnya, gelombang suara diterima oleh
telinga luar. Telinga luar sendiri terdiri dari daun dan liang telinga.
Daun telinga menampung suara, yang kemudian disalurkan ke liang telinga.
Dari liang telinga, suara kemudian masuk ke telinga tengah melalui
gendang telinga. Di belakang gendang telinga, terdapat tulang
pendengaran yang bentuknya menyerupai rantai. Tulang-tulang ini saling
berhubungan pada sendi dan berfungsi mengantarkan gelombang suara hingga
menggetarkan gendang dan sampai ke telinga dalam.
Di telinga
dalam terdapat alat penerima yang disebut rumah siput. Di dalam rumah
siput terdapat ujung-ujung saraf, cairan, dan organ yang mengambang.
Gelombang suara yang diantarkan gendang dan tulang telinga akan
menggetarkan cairan dalam rumah siput, sehingga membuat organ yang
mengambang bergerak dan menyentuh ujung-ujung saraf pendengaran. Proses
yang tadinya menggunakan tenaga mekanik kemudian diubah menjadi tenaga
listrik, dan disampaikan ke otak sehingga kita mendengar suara.
Sementara sebagai alat keseimbangan, prosesnya lebih kompleks. Proses
terjadi di telinga dalam. Telinga bekerjasama dengan organ lain seperti
mata, sendi-sendi, otak dan lainnya. Jika ada dua organ yang tidak
berfungsi, maka keseimbangan kita pun akan hilang.
BAHAYA MENGOREK
Bentuk telinga dirancang untuk mengantisipasi masuknya kotoran. Liang
telinga yang bersudut membuat kotoran, seperti debu atau serangga, sulit
menembus bagian yang lebih dalam. Tugas menghalau kotoran juga
dilakukan kelenjar rambut yang terdapat di bagian depan setelah liang
telinga. Di sini juga diproduksi getah telinga yang bernama serumen.
Kita lebih mengenalnya sebagai tai telinga atau getah. Tai telinga
inilah yang akan menangkap kotoran dan dengan sendirinya
membersihkannya.
Orang sering salah kaprah menyangka tai telinga
sebagai kotoran. Padahal, fungsinya sangat penting untuk membersihkan
kotoran yang masuk. Secara alamaiah, kotoran yang masuk akan kering dan
keluar sendiri. Tai telinga tidak usah dibuang, kecuali jika menggumpal
dan menyumbat liang telinga sehingga menghalangi masuknya gelombang
suara ke telinga dalam. Lagipula, tak banyak kasus orang yang mengalami
penggumpalan getah ini.
Dalam kadar normal, tai telinga hanya
menutupi permukaan dinding telinga. Jika dibersihkan, getah akan
diproduksi lagi. Maka, telinga sebaiknya tidak dibersihkan dengan cara
dikorek. Cukup bersihkan bagian luar saja, yaitu daun dan muara liang
telinga. Bagian lebih dalam dari itu, seumur hidup pun tak perlu
dibersihkan.
Salah satu yang sering dilakukan orang adalah
mengorek telinga. Tak banyak yang tahu, mengorek telinga justru akan
mengakibatkan terdorongnya getah telinga ke bagian yang lebih dalam yang
bukan tempatnya. Jika getah ini dibersihkan, maka getah akan diproduksi
lagi. Jika pengorekan dilakukan terus-menerus, getah yang terdorong akan menumpuk dan menyumbat, sehingga pendengaran pun menurun
karena gelombang suara tak bisa disalurkan dengan baik.
Mengorek
telinga juga bisa mengakibatkan perbenturan sebab telinga kita bentuknya
bersudut. Perbenturan ini akan mengakibatkan pembengkakan atau
perdarahan. Pengorekan yang terlalu keras atau dalam juga bisa
mengakibatkan trauma, ditambah dinding telinga kita mudah berdarah.
Masih ada lagi, mengorek telinga juga bisa bikin kolaps. Anda mungkin
pernah mengalami batuk-batuk saat mengorek kuping. Nah, hal ini
disebabkan adanya refleks saraf pagus yang terdapat di dinding telinga.
Saraf pagus membentang ke tenggorokan, dada sampai perut. Batuk-batuk
adalah refleks yang ringan. Refleks yang berat dan berbahaya bisa
mengakibatkan kolaps.
MUKA TAK SIMETRIS
Mengorek telinga
juga bisa menyebabkan infeksi. Infeksi yang berat dan berada di tempat
yang sensitif bisa menyebabkan kualitas pendengaran menurun, bahkan
membuat muka jadi mencong (tak simetris).
Salah satu saraf yang
terdapat di telinga adalah saraf facialis. Saraf ini berada di belakang
liang telinga. Fungsinya menggerakkan otot muka dan sebagai bagian yang
menunjang pendengaran. Meski saraf ini dilindungi tulang, namun jika
infeksi atau gangguan lain sudah mengenainya, maka bisa mengakibatkan
muka menjadi mencong, mata tak bisa ditutup, dan lainnya, yang disebut
kelumpuhan saraf facialis.
Infeksi akibat mengorek terlalu keras
bisa berbentuk seperti bisul yang bernanah. Infeksi bisa terjadi di
liang telinga, kelenjar rambut, bahkan sampai ke bagian telinga tengah
di belakang gendang. Selain karena mengorek, infeksi telinga tengah yang
disebut congek bisa pula disebabkan oleh adanya infeksi di saluran
nafas, yang berasal dari belakang hidung lalu merambat ke saluran tuba
eskafius yang menghubungkan rongga di belakang hidung dengan telinga
tengah. Jika produksi nanah semakin banyak, maka gendang bisa pecah atau
bocor. Akibat selanjutnya, pendengaran akan terganggu.
Di dalam
telinga terdapat banyak sekali saraf. Itulah kenapa telinga sangat
sensitif. Ketika kita sakit amandel, sakit gigi atau radang tenggorokan,
telinga juga terasa sakit, karena telinga kita dilalui saraf perasa.
Saraf ini akan mengalihkan rasa sakit di daerah lain sampai ke telinga.
HINDARI MUSIK KERAS
Banyak hal bisa menjadi penyebab menurunnya kualitas pendengaran. Dalam
gangguan taraf ringan, orang hanya akan mampu mendengar bunyi dengan
kapasitas 25 – 40 desibel saja, taraf sedang 40 – 60 desibel, dan jika
lebih dari 60 desibel berarti berada dalam taraf berat.
Kita
sering merasa tak pernah mendengarkan musik keras-keras. Namun punya
kebiasaan mendengarkan musik dari HP atau MP3 player dengan headset atau
earphone. Sekalipun alat itu kecil, karena penggunaannya yang
ditempelkan di telinga menyebabkan tingkat kekerasan suaranya
mengalahkan suara bising kereta api. Kerusakan penurunan pendengaran
karena hal ini bersifat permanen dan tak bisa disembuhkan.
Penyebabnya beraneka ragam, mulai kelainan di telinga luar hingga dalam.
Kelainan di telinga luar bisa disebabkan adanya penyumbatan oleh getah
telinga, benda asing, bisul, atau tumor. Gangguan di telinga tengah
seperti gendang pecah, perdarahan akibat benturan pada kecelakaan,
terputusnya rantai tulang pendengaran atau keluarnya cairan karena
alergi.
Sementara di telinga dalam, gangguan berupa “pingsan”
atau matinya sel rambut yang mengubah getaran mekanik jadi listrik lalu
menyampaikannya ke otak. “Pingsan” atau matinya sel rambut disebabkan
trauma bising, misalnya mendengar terlalu lama dan sering bunyi-bunyian
yang amat keras, infeksi yang menjalar dari telinga tengah atau karena
keracunan obat. Melalui peredaran darah, racun dari obat bisa sampai ke
telinga dalam.
Penyakit seperti darah tinggi dan diabetes juga
bisa mengurangi pendengaran. Pasalnya, penyakit ini bisa sebabkan
rusaknya pembuluh darah. Akibatnya, telinga dalam sebagai terminal tak
mendapat makanan yang cukup,” ujar Darnila. Sejumlah makanan juga bisa
menyebabkan penurunan pendengaran jika menyebabkan penyempitan pembuluh
darah. Contohnya garam, lemak dan rokok. Turunnya pendengaran karena
darah tinggi, diabetes dan keracunan obat bisa menyerang dua belah
telinga. Sementara penyebab lainnya hanya menyerang telinga yang
mengalami gangguan. Perlu diingat, gangguan di satu telinga tidak
menjalar ke telinga yang lain.
Kebanyakan gangguan yang
terjadi di telinga luar dan telinga tengah bisa diatasi. Sedangkan jika
mengenai telinga dalam agak sulit. Kalau sel rambut di telinga dalam
hanya “pingsan”, misalnya akibat mendengarkan musik disko selama dua jam
saja, maka pendengaran akan kembali setelah beberapa lama menghindar
musik keras ini. Namun, jika terlalu sering mendengar musik atau
bunyi-bunyian yang amat keras, bisa saja sel rambut itu patah dan
akhirnya kualitas pendengaran rusak berat. Umumnya hal ini tak bisa diperbaiki. Pendengaran menurun yang permanen juga bisa ditemukan pada bayi dengan kelainan bawaan. Biasanya pada mereka bisa dilakukan tes refleks. Tes
ini bisa dilakukan oleh orang tua yang merasa curiga anaknya tidak bisa
mendengar. Caranya dengan membunyikan sesuatu di tempat tersembunyi,
yang tidak bisa lihat matanya. Lihat saja, apakah saat mendengar bunyi
ia langsung memberi respon atau tidak?
(Dari berbagai sumber)